Pageviews

Popular Posts

About

Search Me

Wednesday 11 September 2013

Entah kenapa tiba-tiba terbesit di masa depan nanti, jika kelak memiliki putra/putri ingin menjadi seorang "Full-Time Mother" yaitu menjadi ibu yg memiliki quality time untuk anak-anaknya. Agar bisa menuntun anak untuk memiliki karakter berkualitas yang ada di dalam diri mereka masing-masing.  Lalu kenapa saat ini masih sibuk mengeyam pendidikan? Dan terdaftar kembali sebagai mahasiswa pascasarjana yang berkeinginan kuliah di luar negeri, padahal secara logika untuk menjadi seorang Ibu Rumah Tangga tidak memerlukan ijazah apapun. Namun, saya pernah mendengar dan mengutip istilah "Wanita itu, kelak akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, yang jelas ia harus cerdas karena nantinya harus menjadi ibu yang mencerdaskan anak-anaknya".
Saya pikir tujuan dari pendidikan (kuliah) yaitu untuk mendapatkan ilmu serta pengalaman yang nantinya bisa saya bagikan untuk anak-anak saya, sehingga ketika saya mendidik mereka, tidak lagi mengatakan "Jadi begini nak, kata orang, bla bla blaa.." melainkan "Jadi begini nak, menurut pengalaman ibu, bla bla blaa..." sehingga lebih terpercaya karena mendidik anak sesuai dari pengalaman ibunya sendiri yang melancong mencari ilmu kemana-mana ketika masih muda hehehe.
Muncul beberapa pertanyaan terkait hal ini “jika memang tujuannya untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, untuk apa saat ini “buang waktu” mengejar pendidikan padahal tujuan dari pendidikan tinggi adalah jenjang karir yg tinggi pula? Ga sayang dengan pendidikannya?”.

Oke, ada beberapa poin dari tujuan pendidikan itu sendiri menurut saya:
1.        Tentunya jenjang karir yang lebih baik;
2.        Pengalaman, yang tidak dapat dibeli oleh orang lain, karena setiap orang punya ceritanya masing-masing dalam kehidupan ini. Misalnya, terdapat 2 mahasiswa yang kuliah di jurusan yang sama, namun jika kita tanyakan mengenai pengalamannya selama kuliah, bisa dipastikan keduanya memiliki cerita yang berbeda.
3.        Ini pendapat saya, ga menarik namun penting. Pernah dengar istilah pasangan hidup itu dibentuk sesuai dari kualitas diri kita? Bukan hanya berdasarkan bagaimana kita baik atau tidak, namun menurut saya dibentuk juga atas dasar kualitas "berpendidikan", keimanan dan kemuliaan diri kita. Makanya kenapa ada istilah "saya sedang mempersiapkan dan mengindahkan diri untuk mendapatkan pasangan yang tepat". Tentunya jika kita mengidamkan pasangan seperti Sayyidina Ali maka Fatimah-kan diri kita. Bukan berarti jenjang pendidikan sebagai patokan mencari pasangan, namun "berpendidikanlah" yang menjadi dasar wanita ingin dipimpin oleh imam yang lebih pintar darinya. Seseorang yang "berpendidikan" dengan orang yang memiliki gelar S3 itu berbeda. Ingat ya, BERBEDA. Orang bergelar S3 belum tentu "berpendidikan". Itu maksud saya. Jadi titel itu bukanlah segalanya tapi segalanya ditentukan oleh pendidikan (formal/informal). Bagaimana mau mengajarkan anaknya tentang satellite luar angkasa kalau ayahnya hanya tahu satelit antena di rumahnya? Hahaha *just kidding.
Jadi tidak ada salahnya saat ini seorang wanita mengejar pendidikan walaupun cita-citanya menjadi Ibu Rumah Tangga. Karena saya ingin menjadi Ibu Rumah Tangga yang berkualitas dan profesional untuk suami dan anak-anak saya kelak. Profesional memiliki 4 poin: Attitude (Sikap), Skill (Kemampuan), Knowladge (Pengetahuan) dan Experience (Pengalaman).
Oya, karena poin ketiga tentang pendidikan ini cukup sensitif jadi bacanya baik-baik dan hati-hati ya biar ga tersandung dan salah paham.
Wallahua'lam, just sharing my mind.
Sampai detik ditulisnya catatan ini keinginan tersebut masih kuat, semoga Allah tetap menjaganya hingga waktunya tiba nanti. Wallahua'lam.

By : Siti Aisyah . Semarang, August 28th, 2013.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Bukan karenaku atau hebatku, melainkan atas ijin Allah. Saat mengambil keputusan resign dari tempat kerja dan berencana untuk melanjutkan pendidikan serta berupaya untuk mendapatkan beasiswa pendidikan ke Negeri Sakura, akhirnya I GOT ONE STEP. Perjuangan yang selama ini dilakukan berbuah manis. Allah tidak pernah mengingkari janjinya “Sesungguhnya dimana ada kesulitan disitu ada kemudahan dan sesungguhnya disamping kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyirah:5-6). “Golden Ticket” yang saya perjuangkan selama ini akhirnya saya peroleh. Ketika score TOEFL menjadi salah satu kunci membuka gerbang dunia maka saat itu pula saya berusaha meraihnya. Score TOEFL pertama kali saya dapatkan hanya 400 tanpa persiapan belajar, kemudian saya membeli buku-buku TOEFL dan belajar otodidak dengan jadwal yang saya buat sendiri (sudah saya ceritakan di episode “Dreams Come True Part 1”) dan mendapatkan score TOEFL 447. Karena hasil yang diperoleh masih jauh dari harapan maka saya pergi untuk belajar lebih baik lagi ke Kampung Inggris, Pare, Kediri – Jawa Timur. Di sana saya mengambil program khusus untuk TOEFL serta program speaking. 2 bulan saya mempersiapkan diri untuk belajar dengan baik. Ketika di Pare score TOEFL saya tidak pernah konsisten, sesekali bisa mendapatkan score yang memuaskan namun seringkali terjun bebas tanpa payung pengaman. Pernah suatu saat merasa pasrah (hampir menyerah) dan memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Indonesia saja. Setalah 2 bulan di Pare akhirnya kembali ke Semarang untuk mempersiapkan berkas dan mendaftarkan diri kuliah di Universitas Diponegoro.

            Sesampainya di Semarang, saya langsung menemui dosen pembimbing saya ketika S1. Sedikit bercerita dengan beliau tentang pengalaman saya untuk meraih score TOEFL, saat itu saya bercerita jika setiap melakukan test TOEFL, hati dan pikiran saya selalu cemas dan deg-degan seakan-akan ditutupi oleh beban, kemudian beliau memberikan nasihat untuk fokus, tenang dan jalani prosesnya. Setelah beberapa minggu di Semarang dan konsultasi dengan dosen, saya langsung mendaftarkan diri di Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Undip. Setalah daftar dan mempersiapkan diri untuk Tes Potensi Akademik serta Wawancara yang dilakukan tanggal 6-7 Juli 2013, sayapun mencoba untuk test TOEFL di Semarang. Dan ternyata hasil sesuai harapan, yaitu 510. Dan syarat untuk S2 Luar Negeri adalah 500. Alhamdulillah saya memperoleh score di atas score minimal. Hal ini memberikan kembali semangat saya menggapai impian kuliah ke negeri sakura dan memulai untuk mempersiapkan berkas-berkas untuk dikirim ke Jepang. Selain sertifikat TOEFL persyaratan lainnya yaitu Research Plan untuk tesis saya nanti dan beberapa berkas pendukung. Saat semua berkas persyaratan sudah beres dan dikirim ke Jepang tepat hari Jumat 12 Juli 2013.  Syukur Alhamdulillah tidak menunggu waktu lama untuk menantikan hasilnya, tepat 18 Juli 2013 saya mendapatkan Letter of Acceptance dari Chiba University Japan. Dan tanggal 19 Juli 2013 pengumuman hasil test dari UNDIP pun keluar dan Alhamdulillah dinyatakan LULUS sebagai mahasiswa baru magister undip.  Man jadda wa jada (siapa yang berusaha/bersungguh-sungguh pasti bisa/berhasil). InsyaAllah tahun 2014 menjadi tahun berseminya sakura. Semoga Allah memberikan Ridho-Nya hingga garis FINISH nanti. Aamiin. Tetap semangat, tetap berusaha dan berdoa. Innallaha ma’ana. 
Thursday 5 September 2013
Ikhtiar. Itu yang sedang saya lakukan saat ini untuk bisa membuat semuanya menjadi nyata. Terdampar di Jawa Timur, Kediri – Pare untuk  mendapatkan “Golden Ticket” berupa kemampuan dasar berbicara bahasa inggris sebagai kunci menggapai impian keliling dunia. Sadar dengan kemampuan yang terbatas dengan bahasa. Seorang dosen pernah mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam penguasaan bahasa dan adaptasi dengan bahasa asing ada 2 jenis, yaitu kemampuan secara keturunan atau kemampuan yang dimiliki otak kanan jauh lebih baik dalam menerima bahasa baru, artinya dengan mendengarkan atau membaca bahasa yang bukan bahasa ibu akan mudah dengan cepat menyerap dan mengikuti dengan baik, kemudian jenis yang kedua untuk bisa menguasai bahasa baru dengan baik dan benar harus dengan usaha dan belajar dengan sungguh-sungguh. Sepertinya saya adalah orang dengan kategori kedua yang harus belajar dengan sungguh-sungguh untuk bisa berbicara baik ketika menggunakan bahasa yang bukan bahasa ibu (bahasa Indonesia).
Hal inilah yang membuat saya menginjakkan kaki di kampung inggris. Di episode kedua kampung inggris sudah bercerita tentang pengalaman pertama kali ke sana dan mengenai camp di mana tempat saya tinggal. Satu lagi hal yang ingin saya sampaikan mengenai camp tersebut. Di sana terdapat peraturan yang wajib diikuti dan terdapat punishment jika dilanggar, namun peraturan tersebut benar-benar baik untuk seseorang yang bersungguh-sungguh untuk belajar, karena untuk bisa dan berani berbicara bahasa inggris sehari-hari harus ada “paksaan” secara langsung agar berani bicara dan terbiasa. Tapi jangan takut terhadap peraturan, karena kita akan dibimbing dan bebas bertanya kepada tentor atau teman jika tidak tahu arti dari kata-kata yang akan kita ucapkan dalam bahasa inggris. Yups, just have fun and make you comfortable.

Pada awalnya rencana untuk stay di Pare hanya 1 bulan namun ketika sampai di sana dan kemampuan dasar bahasa inggris masih berasa kurang matang maka saya menambah satu bulan lagi untuk melanjutkan perjuangan belajar di Pare. Di bulan kedua saya memutuskan untuk pindah dari camp ke boarding house. Seperti yang saya ceritakan di episode 1 bahwa boarding house tidak memiliki peraturan dan bukan english area serta tidak memiliki program khusus untuk penghuninya. Alasan saya untuk pindah ke boarding house karena di bulan ke 2 ini saya mengambil program intensif TOEFL dari pagi hingga sore hari bahkan pulang setelah magrib sehinga jika saya tetap stay di camp akan banyak pelanggaran yang saya lakukan terutama meninggalkan obligation program (program wajib) yang dilakukan setelah magrib. Anyway. Di bulan kedua saya mengambil program TOEFL di lembaga kursus-an OXFORD. Program TOEFL di oxford ini terpisah menjadi 2 yaitu program listening dan reading (dalam 1 paket) serta program structure. Program listening dan reading dimulai jam 5 pagi hingga jam 7 pagi kemudian program structure di mulai jam 10.00–13.00. untuk study club-nya dimulai pukul 16.00-18.00. Program structure ini terdiri dari level/STAGE 1 – 5 tergantung kemampuan structure kita. Saya mengambil program stage 3 karena lebih banyak scoring (latihan soal) karena saya pikir sudah mendapatkan cukup materi structure saat ambil program Pre-TOEFL di lembaga kursus Elfast sehingga yang saya butuhkan adalah membiasakan diri mengerjakan soal sebanyaknya-banyaknya. Scoring dilakukan hampir setiap hari bahkan sehari bisa 3 kali scoring untuk meningkatkan kemampuan menganalisa soal dan terbiasa mengerjakan soal structure sebanyak 40 soal dalam waktu 20 menit dengan tips dan trik yang diberikan.

Di oxford saya mendapatkan pengalaman yang jauh lebih menarik dan berkesan. Di sana saya mendapatkan sahabat yang luar biasa, teman-teman belajar yang istimewa karena cita-cita mereka yang begitu tinggi dan membuat saya termotivasi untuk bisa menggapai impian yang saya miliki. Amazing. Kami sama-sama belajar dan semangat juang kami begitu tinggi. Bahkan saat hari libur (sabtu-minggu) kami mengadakan study club sendiri untuk belajar dan membahas soal dengan lokasi belajar di luar kelas. Baru kali ini belajar grammar dan TOEFL namun otak ga berasa mau meledak tapi seru, asik dan …… menyenangkan. Membentuk persahabatan dengan orang-orang tersayang seperti Kak Weni (Aceh), Dian (Malang), Uphe (Purwakarta), Mas Bayu (Tuban), Bang Pyal (Palu), Nike (Surabaya), Nisa (Jakarta), Aullia (Jombang), Uchul (Palu), Faris (Jakarta).


                                       Scorring saat hari libur di warung ketan



                                           Scoring saat hari libur di bali house

               Melatih konsentrasi scorring di pinggir jalan depan warung ketan J

                                  Kelas kami bersama tutor gaul miss Ifa J

Oiya, belajar di Pare selalu ada refreshing atau jalan-jalan bersama dengan kawan-kawan tempat kursus-an. Destinasinya antara lain Gunung Bromo, Malang, Air Terjun Sedadu di Nganjuk, yang paling dekat adalah gumul (semacam tugu di daerah Kediri) dan masih banyak lagi.

                           Mengunjungi Bromo dengan kawan-kawan Oxford



Mengunjungi BNS (Batu Night Spectacular) Malang dengan kawan-kawan Oxford


                      Mengunjungi Gumul Kediri dengan kawan-kawan Oxford


 Mengunjungi Sedadu waterfall di Nganjuk + games outbond bersama kawan-kawan camp Zeal Boy dan Girl.


Powered by Blogger.