Pageviews

Popular Posts

About

Search Me

Monday 28 December 2015
Merangkai serpihan mimpi untuk menjadikan impian yang sempurna.
Bukanlah sebuah perjuangan yang sia-sia tak kala setiap puing-puing perjuangan selama ini menjadi nyata.

Dua tahun silam, ketika perjuangan untuk menggapai golden tiket berupa score TOEFL dan peningkatan bahasa menjadikan buku sebagai teman tak terpisahkan.
Teringat perjalanan panjang dari Pandeglang – Banten menuju Kediri – Jawa Timur demi mengumpulkan setiap puing impian.

Menekuni setiap inci grammar, tenses, pronounce dan semua kawan-kawannya demi sebuah pencapaian.

Sampai akhirnya tes demi tes dilakukan, teringat tes TOEFL saat di Jakarta, Semarang, Kediri bahkan hingga Malang. Sekali lagi, hanya untuk menggapai sebuah mimpi.

Ketika akhirnya berbagai perjuangan terbalaskan dengan sebuah hasil yang memuaskan. Yeay!! Hampir melewati perubahan tahun dan TOEFL pun berhasil dicapai.


One step closer.

***
Baru satu tahap, puing-puing puzzle mimpi belumlah sempurna.
Kembali teringat perjuangan memperoleh beasiswa sebagai salah satu cara untuk merealisasikan mimpi. Pun tidak mudah dalam proses fase setiap langkah untuk memperjuangkannya.

Mencoba dan menekuni cara untuk bisa mendapatkan beasiswa. Mempersiapkan setiap detail yang akhirnya mengantarkan saya hingga lolos seleksi administrasi, wawancara hingga Leaderless Group Discussion (LGD) dan menjadikan saya LPDP Awardee.

Sekali lagi. Selalu ada perjuangan untuk setiap tahap pencapaian.

Proses yang dilalui sangatlah panjang, butuh kesabaran, ketekunan dan kegigihan.
Mimpi semakin dekat.

***
Jepang
Selalu punya daya tarik, sebagai negara maju akan teknologi menjadi magnet tersendiri bagi saya untuk bisa pergi dan memetik ilmu di sana.
Impian untuk bisa ke negeri sakura menjadikan saya berupaya keras untuk bisa merealisasikannya.
Tahap selanjutnya, setelah menggapai bahasa dan beasiswa, yang harus saya lakukan adalah berkomunikasi dengan calon pembimbing di Jepang.

Berawal dari sebuah email yang saya hantarkan kepada calon pembimbing, berupa prolog perkenalan dan tujuan saya nantinya, dengan dinamika komunikasi yang beragam.

Waktu demi waktu terlewati, komunikasi terus berjalan untuk bisa mendapatkan sebuah “Invitation Letter”. Dan Tuhan Maha Penyempurna skenario untuk hambanya yang berupaya.

Alhamdulillah, Invitation Letter sudah saya terima.

Paspor, visa dan tiket menjadi gerbang utama menuju mimpi yang nyata. Nyata dan benar-benar nyata.

***
Keberangkatan

Deg-degan..Hal yang pertama kali saya rasakan. Berangkat sendiri dan untuk pertama kalinya ke luar negeri. Perjalanan yang harus ditempuh kurang lebih 10 jam dalam pesawat. Ke sebuah negeri yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Benar-benar deg-deg-an.

Tiba di Negeri Sakura dengan selamat dan aman berkat bantuan salah satu kawan Jepang yang sangat baik dan penuh totalitas. Tidak akan pernah saya lupakan. Yuki-san :D

***
Perjuangan kembali dimulai…

Tema penelitian saya cukup kompleks, membutuhkan 3 laboratorium untuk analisis data, diantaranya: Remote Sensing, Bioteknologi dan Radiocarbon Dating. Sebelum berangkat ke Jepang, saya  hanya berkomunikasi dan memastikan salah satu diantara tiga laboratorium yang saya butuhkan, yaitu Remote Sensing Laboratory di Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory, Center for Environmental Remote Sensing- Chiba University, dibawah naungan seorang professor yang menjadi pembimbing saya selama di Jepang. Sedangkan, dua laboratorium lainnya (Bioteknologi dan Radiocarbon Dating) hanya dipastikan melalui explore website bahwa di Universitas yang saya tuju terdapat laboratorium tersebut. Karena jika ketiga laboratorium saya hubungi satu persatu (sebelum berangkat) maka akan membutuhkan waktu yang sangat lama, sedangkan penelitian harus segera berjalan, show must go on.

Bertindak  dan bergerak jauh lebih baik daripada menunggu. Sehingga keputusan ini yang saya lakukan untuk tetap berangkat ke Jepang walaupun baru fix 1 laboratorium.

***
Remote Sensing Laboratory
Hangat, kesan pertama kali yang saya terima saat tiba di laboratorium ini. Sangat welcome dan penuh nuansa kekeluargaan. Kumpulan mahasiswa yang terdiri dari berbagai negara: Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Mongolia, berbaur menjadi satu dalam sebuah ruang kerja yang kami sebut sebagai laboratorium. Tidak ada pembatas generasi S1, S2 atau S3. Semua bersama-sama belajar, tidak ada batas senioritas. Bersatu bersama, layaknya keluarga.
Banyak hal baru yang saya peroleh disini, semua mahasiswa bekerja dengan sangat giat, memberikan energi positif untuk kita terus belajar dan berjuang.
Mengikuti berbagai kegiatan seminar manjadi bonus tersendiri bagi saya. Melihat perkembangan terknologi radar dan satelit yang selama ini hanya saya pelajari melalui aplikasi remote sensing saja. Namun disini, saya melihat orang-orang yang berjuang dan membuat sesuatu hal yang baru.

Belajar ilmu baru, berdiskusi dengan pembimbing dan teman-teman di laboratorium. Untuk kali pertama bagi saya, belajar dan berkegiatan dari pagi hingga pagi lagi, ya hanya disini, di Jepang.

Welcome Dinner with Professor Josaphat and Laboratory-mate from South Korea at Nishi Chiba – Japan
Credit: Media sosial Josaphat Sensei

***
Biotechnology Laboratory
Disamping penelitian di Remote Sensing Laboratory, saya terus berusaha untuk mendapatkan laboratorium lain yang dibutuhkan. Berdiskusi dengan pembimbing (dari remote sensing laboratory) dan senpai untuk mencari cara agar bisa melakukan analisis di biotechnology laboratory. Setelah menghubungi langsung profesor terkait biotechnology melalui email dan telepon namun tidak ada jawaban karena berbagai hal. Kemudian pilihan terbaik adalah mengunjungi beliau langsung di laboratorium atau ruang kerjanya.

Waktu dan moment yang tepat, Profesor yang saya tuju berada di ruangan dan sangat welcome sekali ketika kedatangan mahasiswa lain yang ingin melakukan analisis disini. Setelah berdiskusi cukup panjang, sang profesor memberikan saya jadwal untuk mempresentasikan penelitian saya di hadapannya. Setelah waktu yang ditentukan tiba, saya mengunjungi beliau untuk melakukan diskusi bersama. Beliau cukup tertarik dan meminta saya untuk hadir kembali dalam rangka presentasi di depan para dosen dan seluruh mahasiswanya.


Presentation and discussion with Sensei and all of students at Biotechnology Laboratory
Chiba University - Japan
Credit: Siti Aisyah

Setelah tahap presentasi dan diskusi selesai, kami membuat jadwal penelitian yang akan saya lakukan untuk analisis disini. Pendamping penelitian saya adalah mahasiswa S3 dari China, tipe mahasiswa yang benar-benar visioner, darinya saya belajar manajemen waktu yang berbeda bahkan cara kerja yang tersusun rapi. Analisis yang akan saya gunakan bukanlah hal yang sederhana dan membutuhkan bahan-bahan yang tidak biasa. Sehingga  tahap perencanaan dan persiapan prosedur haruslah tepat.

Alat-alat di laboratorium tentunya memiliki kualitas yang tinggi dari segi teknologi dan kecanggihan. Semua alat yang dibutuhkan sudah tersedia disini. Setiap peneliti pun memiliki posisi meja kerjanya masing-masing . Semua alat-alat tersimpan rapi pada tempatnya. Pun bagi setiap pengguna, jika selesai menggunakan alat tertentu harus menyimpan kembali pada tempat sebelumnya. Sama halnya dengan kebersihan dan keamanan laboratorium yang tentunya harus dijaga dengan sangat baik terutama kotak sampah yang berbeda untuk setiap jenis seperti tissue, plastik, tube bekas analisis dan glove yang terkena bahan kimia berbahaya harus dibuang secara terpisah.

Disiplin, produktif dan cara manajemen waktu sebagai bekal pengalaman yang saya dapatkan disini selain ilmu dan pengetahuan.
Rekaman perjalanan selama experimen di Biotechnology Laboratory tertulis dalam buku “Research Lab Notebook by Siti Aisyah”.

Research Lab Notebook
Credit: Siti Aisyah
***
Radiocarbon Dating Laboratory
Untuk memperoleh laboratorium yang satu ini tidaklah mudah, total sekitar 6 laboratorium yang saya jamah hanya untuk mencari analisis ini. Kali pertama yang saya tanya dan tuju adalah salah satu institusi dan laboratorium di Indonesia. Namun sayang, butuh waktu dan prosedur yang sangat panjang dan lama untuk bisa melakukan analisis disini. Langkah berikutnya, ketika masih di Indonesia saya coba mendapatkan informasi mengenai uji radiocarbon dating di salah satu Universitas di Jepang, tepatnya di Okinawa, dan sekali lagi, hasil tidak sesuai harapan.

Langkah ketiga, karena saya berkesempatan penelitian di Chiba University Jepang, maka saya coba gunakan kesempatan ini untuk mengunjungi salah satu laboratorium di Chiba University terkait analisis ini. setelah mengunjungi laboratorium yang saya tuju, ternyata hanya tertera untuk uji carbon yang berbeda bukan Radiocarbon Dating.

Langkah berikutnya, saya coba berkomunikasi dengan universitas terdekat dari Chiba, yaitu Tokyo Institute of Technology karena tertera departemen nuklir disana. Setelah berkomunikasi hampir 3 hari, ternyata uji analisis radiocarbon dating tidak terdapat di universitas ini.

Perjuangan belum berakhir, selama masih ada kesempatan, saya gunakan setiap detik waktu luang untuk terus berusaha.

Saya searching kembali di internet mengenai analisis radiocarbon dating di Jepang, dan memang hanya ada di beberapa lokasi saja, seperti Nagoya, Fukushima, Osaka dan Tokyo (The University of Tokyo). Saya coba menghubungi melalui email Nagoya dan The University of Tokyo.

Bersyukur, usaha kali ini memberikan hasil yang baik, The University of Tokyo memberikan jawaban sesuai harapan. Di sana terdapat analisis yang saya butuhkan. Kemudian, saya berkomunikasi dengan profesor yang bersangkutan dan bertanya berbagai hal.

Salah satunya mengenai research money, karena hal ini cukup krusial mengingat uji analisis ini bukanlah pengujian yang simple dan sederhana, sehingga membutuhkan biaya penelitian yang cukup besar untuk setiap sample. Ternyata dugaan saya benar, analisis membutuhkan dana sebesar 50.000 JPY persample, belum termasuk pre treatment 50.000 JPY juga persampel.

Kembali berpikir, untuk memperoleh laboratorium ini saja tidaklah mudah, dan saya tidak boleh berhenti dan menyerah di persimpangan jalan. Maka, langkah untuk menjumpai dan berdiskusi secara langsung dengan profesor di The University of Tokyo merupakan jalan yang terbaik saat itu. Setelah membuat janji untuk berjumpa dan berdiskusi, saya bertekad untuk berangkat dari Chiba menuju Tokyo hanya bermodal peta di atas kertas. Pada hari yang ditentukan, saya dapat bertemu dan bermusyawarah dengan profesor di The University of Tokyo, di akhir percakapan beliau meminta saya datang kembali untuk mempresentasikan penelitian saya bersama mahasiswa dan para koleganya, serta bonus undangan makan siang.

Pertemuan tersebut memberikan kesepakatan berupa kolaborasi penelitian dengan beberapa kesepakatan yang kami buat. Tentunya keringanan biaya penelitian untuk uji analisis ini.
karena hasil tidak akan pernah mengkhianati prosesnya”.



Research Collaboration with The University of Tokyo - Japan
Credit: Siti Aisyah

***
Disini saya belajar satu hal, bahwa “ilmu tidak memiliki batasan, bahkan terus berkembang”.
Konsentrasi belajar saya dibidang perikanan dan kelautan tapi dari titik inilah saya memperoleh banyak hal. Perkembangan keilmuan melalui kolaborasi perikanan dengan Remote sensing, Biotechnology dan Nuklir.

Tidak hanya pengetahuan yang bisa kita peroleh tapi juga pengalaman, seperti: cara kerja, manajemen waktu, produktivitas, pola pikir, inisiatif untuk bergerak maju dan yang terpenting adalah dituntut untuk belajar berkomunikasi serta membuat kesepatakan dengan banyak orang dari berbagai negara (ini merupakan jawaban atas pertanyaan: “haruskan ke luar negeri untuk belajar? Tidakkah cukup jika di Tanah Air saja?”. Kerap kali kita berpikir bahwa ilmu memang bisa diperoleh di mana saja, apalagi akses internet untuk belajar bisa diperoleh dimanapun, namun poin pengalamanlah yang membedakan diantara keduanya. Yang tentunya, semua pengalaman positif itu berusaha kita realisasikan saat kembali ke Tanah Air. *Hijrah! Kalau kata guru besar Tjokroaminoto).

Terima kasih atas kesempatan besar ini ya Allah, terima kasih atas dukungan yang sangat luar biasa dari orang tua (Pandeglang dan Semarang) serta suami tercinta.

Terima kasih banyak atas bimbingan dan dukungannya, kepada:
Ibu Dr. Ir. Delianis Pringgenies, M.Sc., Universitas Diponegoro – Indonesia
Bpk. Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc., Universitas Diponegoro – Indonesia
Bpk. Prof. Josaphat Tetuko S. S., P.hD., Josaphat Microwave Remote Sensing, Chiba University – Japan
Bpk. Daisuke Umeno, P.hD., Biotechnology Laboratory, Chiba University – Japan
Bpk. Prof. Hiroyuki Matsuzaki, P.hD., The University of Tokyo - Japan

Salam,
Siti Aisyah
Pandeglang - Banten
Powered by Blogger.