Pageviews
Popular Posts
-
Saya Siti Aisyah yang ketika lahir hingga masuk sekolah dasar dengan nama di Akta Kelahiran hanya 1 kata yaitu “Aisyah”. Nama te...
-
Senja hari menjelang matahari kembali pada peraduannya, saya duduk di sebuah kursi taman. Rindangnya pepohonan membuat sejuk kota dengan...
-
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dibawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan da...
-
Produktif, ga mau diem, pecicilan atau apapun itu istilahnya untuk menggambarkan kalau saya ga bisa berdiam diri di kosan, hingga liburan s...
-
Manusia hanya bisa berencana, namun Allah yang menentukan. Sepandai-pandainya manusia membuat rencana, rencana Allah jauh lebih indah. Re...
-
30 Agustus 2015, pukul 09.00 pagi Waktu Indonesia bagian Pandeglang, terdengar nama saya berada terselip diantara sebuah kalimat paling sak...
-
Lanjutan part 1 ... Setalah pilihan ditentukan, kini saatnya bagi saya untuk fokus menggapai impian. Semua akan tercapai jika kita mampu...
-
Entah kenapa tiba-tiba terbesit di masa depan nanti, jika kelak memiliki putra/putri ingin menjadi seorang " Full-Time Mother ...
-
Merangkai serpihan mimpi untuk menjadikan impian yang sempurna. Bukanlah sebuah perjuangan yang sia-sia tak kala setiap puing-puing perju...
-
Sepertinya hampir semua orang tau dimana dan apa itu kampung inggris. Suatu daerah yang menjadi tujuan manusia dengan berbagai profesi dan...
About
Blog Archive
About Me
Search Me
Thursday, 31 October 2013
Senja hari
menjelang matahari kembali pada peraduannya, saya duduk di sebuah kursi taman. Rindangnya
pepohonan membuat sejuk kota dengan sejuta cerita ini. Lalu lalang remaja dan
orang tua yang sedang olahraga di sore hari serta keluarga kecil yang terlihat
bahagia sedang mengajak putri kecilnya bermain dengan fasilitas publik di taman
ini. Perhatian saya terhadap orang-orang disekitar buyar begitu saja ketika ada
seorang wanita duduk di samping saya. Wanita muda seusia saya, mungkin sedang menunggu
seseorang atau hanya beristirahat sejenak dengan segala penat yang dihadapinya.
Itu hanya dugaan saya sebelum obrolan di antara kami terjadi. Percakapan di
awal terjadi saat dia bertanya “Aisyah, apasih tujuan hidup kamu?” serentak
saya kaget, bukan hanya karena pertanyaannya tapi dia juga tahu nama saya. Lalu
saya balas dengan kalimat tanya juga “maaf Mba?” saya sebut “mba” karena sapaan itu bisa diberikan
untuk perempuan setara atau sedikit lebih tua dari kita yang satu sama lain sudah
kenal ataupun belum tahu namanya. Saya sambung pertanyaan saya “kok mba bisa
tahu nama saya?”, Dari raut mukanya seperti tidak ada niat untuk menjawab
pertanyaan saya namun dia bersiap-siap untuk memulai sebuah cerita. Masih besar
rasa penasaran saya tentang ketahuannya terhadap nama saya, namun mba tersebut malah
memulai ceritanya.
“Dulu, saya pikir hidup saya itu
mulus, aman, tenteram dan damai. Selalu dikelilingi orang-orang baik tanpa ada
masalah dan bermasalah” kalimat pembuka cerita mulai keluar dari bibirnya. Saya
hanya memerhatikannya saja tanpa ingin memotong ceritanya. “namun ketika saya
mengenal dunia luar, dunia yang saya pikir dunia yang sebenarnya, mulailah
kehidupan saya berwarna, dari warna cerah, kelabu, hitam dan putih saya alami”
lanjutnya. Saya hanya mengangguk, sebagai bentuk setuju dengan warna kehidupan.
“Sebelumnya, dalam kehidupan ini, saya hanya belajar mengenai pelajaran yang
sudah tertulis nyata dalam sebuah kertas dan buku, pelajaran yang memiliki
guru, tentor atau mentor yang mengarahkan dan mengajarkan hal-hal yang tertera
dalam buku tersebut. Pelajaran mutlak yang harus dipelajari oleh setiap umat
manusia di bumi ini. Ya, pelajaran di sekolah”. Saya mulai penasaran dengan
kelanjutan ceritanya, saya berusaha menahan diri untuk bertanya ini dan itu,
saya membiarkan wanita di samping saya bercerita hingga akhir cerita. “heeemmmmm”
dia menghela nafasnya, sepertinya yang akan diceritakan begitu berat, sehingga harus
mengeluarkan sedikit karbon dioksida yang ada dalam dirinya. Sebuah sugesti
untuk membuang beban, padahal hanya membuat otak lebih refresh sejenak.
“Saya bingung mau mulai dari mana,
begitu banyak yang ingin saya keluarkan saat ini. Mungkin pointnya adalah
PERBEDAAN. Semua yang hidup di dunia ini pasti berbeda, iya kan Aisyah?” saya refleks
menjawab “eh, iya mba” pertanyaan dadakan yang hanya membutuhkan jawaban
persetujuan. Kemudian dia melanjutkan “ada yang kontra dan pro dengan
perbedaan. Bagi mereka yang setuju dengan perbedaan, mereka akan bilang bahwa
Perbedaan itu INDAH” saya kembali mengangguk karena saya juga setuju dengan
pernyataan tersebut--Pernyataan bahwa perbedaan itu indah. “Tapi Aisyah, yang
indah itu jika adanya toleransi diantara perbedaan tersebut”. Dia berhenti
sejenak, memandang langit yang mulai berwarna merah karena efek dari matahari
yang hendak membenamkan dirinya. Namun orang-orang disekitar masih asik bermain
di taman, karena hal yang indah pada saat ini adalah memiliki paru-paru kota
dan jauh dari polusi serta hiruk pikuknya kesibukan dunia kerja dan tentunya
tugas-tugas bagi yang masih pelajar, seperti saya.
“Toleransi dalam perbedaan itu
penting, perbedaan akan terasa indah jika kita bisa saling memberikan toleransi
satu sama lain untuk melakukan hal yang sama-sama kita sukai. Buktinya saja, di
negara ini banyak suku yang tidak saling bertoleransi terhadap perbedaan,
akhirnya timbulah perselisihan bahkan peperangan, akibat tidak adanya toleransi”.
Saya hanya mengangguk, “begitupun terhadap dua orang yang berbeda, seperti kita,
kita itu berbeda” wanita itu sambil menunjuk saya dan dirinya “tapi alangkah
indahnya jika dua orang yang berbeda tersebut saling bertoleransi atas apapun
yang hendak diperbuat, karena itu hak kita. Hak untuk melakukan hal yang kita
sukai. Tapi kamu tahu? Beberapa tahun ini saya merasakan bahwa perbedaan itu
hanya membuat hak saya menjadi hilang, terlalu berlebihan memang. Tapi itu yang
saya rasakan”. Sepertinya cerita mba di samping saya bakalan seru, kemudian
saya berkomentar “terus mba…”. Wanita itu melanjutkan “banyak beberapa hal yang
saya sukai harus saya tahan rapat-rapat untuk mencoba bertoleransi terhadap
orang lain yang tidak menyukai kebiasaan saya. Namun Aisyah, sekarang saya
sudah bebas, hak saya sudah kembali, senang sekali rasanya, saya tidak perlu panjang
lebar bagaimana ceritanya saat hak saya diambil begitu saja. Yang jelas, saat
ini saya lakukan apapun yang ingin saya perbuat dan mem-balas atas waktu yang sudah terbuang karena telah menyia-nyiakannya
begitu saja”, kemudian saya bertanya “memangnya hal apa yang dulu tidak bisa
mba lakukan?”.
“Sebenarnya hal yang sederhana,
tidak begitu penting bagi yang tidak merasakan bahwa hal itu sungguh
menyenangkan. Ketika seseorang tidak melakukan hal yang dia sukai, rasanya
seperti terjerat dalam jeruji, pernyataan saya berlebihan ya? Hahaha” dia
tertawa dan saya hanya tersenyum, karena teringat suatu hal yang sepertinya
familiar dengan cerita tersebut. “Hal sederhana itu seperti mengunjungi
perpustakaan, berlama-lama di sana untuk sekedar membaca dalam keheningan,
suasana perpustakaan yang dikelilingi buku-buku, orang-orang sekitar yang
berdiskusi satu sama lain. Pemandangan yang indah menurut saya, termasuk toko buku,
masuk ke toko buku layaknya memasuki pusat perbelanjaan baju-baju bermerk,
setiap judul buku itu terasa menarik untuk dibeli dan dibaca. Lihat buku
catatan yang kertasnya kosong dan seakan-akan berbisik untuk minta digoreskan
tintanya ke atas kertas kosong itu. Ya, saya termasuk salah satu orang yang
suka membawa buku agenda kemana-mana. Buku agenda yang lucu buat saya tertarik
untuk menuliskan agenda kegiatan yang harus saya lakukan dalam beberapa hari”. Hati
saya bergejolak, namun dia meneruskan ceritanya sebelum saya mengajukan
pertanyaan “berorganisasi juga hal yang saya sukai, bisa berkumpul dengan
orang-orang yang memiliki wawasan luas, berbagi cerita dengan mereka dan
semakin menambah ilmu yang sebelumnya belum saya ketahui. Hal lainnya yang dulu
tidak bisa saya ikuti adalah komunitas sosial, berbagi dengan orang yang
membutuhkan adalah hal yang paling istimewa bagi saya”.
Wanita itu terdiam sejenak lalu
melanjutkan kembali ceritanya “tapi sekarang saya bisa lakukan itu semua, saya
bisa ke perpustakaan sesuka hati, kapanpun saya mau, sering kali saya
mengunjungi toko buku untuk membeli beberapa buku yang ingin saya baca,
bergabung dengan komunitas sosial untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Kamu tahu Aisyah? Ada perasaan haru ketika bisa belajar bersama dengan
anak-anak jalanan yang membutuhkan pendidikan, mereka semua lucu dan membuat
saya ingin berlama-lama bersama mereka untuk belajar, bergabung dengan
komunitas sosial lain untuk bisa berbagi untuk anak-anak yang berada di panti. Serta
bersosialisasi dengan kawan-kawan serta menambah teman baru dari berbagai
kalangan dan disiplin ilmu. Ini yang namanya hidup Aisyah, tujuan hidup saya
ingin melakukan hal yang saya sukai agar bisa berbagi kepada siapapun yang
membutuhkan saya, memiliki cita-cita membangun dunia pendidikan, agar saya bisa
beramal melalui ilmu”.
Saya hanya terdiam dan tidak bisa
berkomentar terhadap apa yang wanita itu ceritakan, kemudian dia kembali
berbicara “Aisyah, yang lalu biarlah berlalu, pelajaran masa lalu menjadikan
kamu lebih kuat saat ini, masalah yang dulu dihadapi cukup menjadi guru sejati,
karena pelajaran hidup yang kita terima tidak akan pernah ada dalam buku
pelajaran manapun di sekolah. Tak akan pernah ada, saya tahu bagaimana
perjuanganmu dalam menghadapi masalah. Baik internal maupun eksternal. Jangan pernah
benci siapapun, itu semua tidak akan pernah terjadi tanpa kehendak ALLAH SWT,
Tuhan yang Maha Kuasa atas segalanya. Manusia itu harus berubah, berubah
menjadi lebih baik, jika tidak berubah maka tidak ada bedanya dengan benda mati
yang statis. Ulat yang dibenci dan dianggap jijik sebagian orang saja harus
bersabar sampai akhirnya bermetamorfosa menjadi kupu-kupu yang cantik jelita
dengan warna sayapnya yang indah sehingga menjadikan dia hidup di taman yang
penuh dengan bunga indah menawan. Jadi hidup itu adalah sebuah proses menuju
kedewasaan. Kamu yang sekarang harus jauh lebih baik dari sebelumnya, Aisyah
yang dulu hanya ada dalam pangkuan seorang Umi (Aisyah memanggil ibunya dengan
sebutan UMI), Aisyah yang mungkin sebagian orang lain menganggapnya lemah,
namun saya percaya perjuangan untuk menjadi wanita tangguh bisa dipelajari dan
digapai. Jangan pernah jatuh ke lubang yang sama, kamu harus bisa BERCERMIN dari pengalaman yang pernah
kamu alami. Oke Aisyah?”.
Hening sejenak,
tak sempat saya menjawab pertanyaannya, namun kemudian saya menggelengkan
kepala berkali-kali BUKAN sebagai bukti tidak setuju atas pertanyaan wanita
tersebut, namun saya menyadarkan diri dari sebuah lamunan bahwa saya sedang
berbicara dengan pikiran saya sendiri. Wanita tadi adalah pikiran saya yang
muncul hanya dalam benak saya. Kemudian adzan magrib dilantunkan, saatnya saya
pulang dengan membawa motivasi baru mengenai kehidupan, yang sebenarnya bisa
muncul dalam diri kita sendiri.
Siti Aisyah, on
November 1st, 2013
Semarang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment