Pageviews
Popular Posts
-
Saya Siti Aisyah yang ketika lahir hingga masuk sekolah dasar dengan nama di Akta Kelahiran hanya 1 kata yaitu “Aisyah”. Nama te...
-
Senja hari menjelang matahari kembali pada peraduannya, saya duduk di sebuah kursi taman. Rindangnya pepohonan membuat sejuk kota dengan...
-
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dibawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan da...
-
Produktif, ga mau diem, pecicilan atau apapun itu istilahnya untuk menggambarkan kalau saya ga bisa berdiam diri di kosan, hingga liburan s...
-
Manusia hanya bisa berencana, namun Allah yang menentukan. Sepandai-pandainya manusia membuat rencana, rencana Allah jauh lebih indah. Re...
-
30 Agustus 2015, pukul 09.00 pagi Waktu Indonesia bagian Pandeglang, terdengar nama saya berada terselip diantara sebuah kalimat paling sak...
-
Lanjutan part 1 ... Setalah pilihan ditentukan, kini saatnya bagi saya untuk fokus menggapai impian. Semua akan tercapai jika kita mampu...
-
Entah kenapa tiba-tiba terbesit di masa depan nanti, jika kelak memiliki putra/putri ingin menjadi seorang " Full-Time Mother ...
-
Merangkai serpihan mimpi untuk menjadikan impian yang sempurna. Bukanlah sebuah perjuangan yang sia-sia tak kala setiap puing-puing perju...
-
Sepertinya hampir semua orang tau dimana dan apa itu kampung inggris. Suatu daerah yang menjadi tujuan manusia dengan berbagai profesi dan...
About
Blog Archive
About Me
Search Me
Wednesday, 11 September 2013
Entah kenapa
tiba-tiba terbesit di masa depan nanti, jika kelak memiliki putra/putri ingin
menjadi seorang "Full-Time Mother"
yaitu menjadi ibu yg memiliki quality
time untuk anak-anaknya. Agar bisa menuntun anak untuk memiliki karakter
berkualitas yang ada di dalam diri mereka masing-masing. Lalu kenapa saat ini masih sibuk mengeyam
pendidikan? Dan terdaftar kembali sebagai mahasiswa pascasarjana yang
berkeinginan kuliah di luar negeri,
padahal secara logika untuk menjadi seorang Ibu Rumah Tangga tidak memerlukan
ijazah apapun. Namun, saya pernah mendengar dan mengutip istilah "Wanita itu, kelak akan berkarir atau menjadi
ibu rumah tangga, yang jelas ia harus cerdas karena nantinya harus menjadi ibu
yang mencerdaskan anak-anaknya".
Saya pikir
tujuan dari pendidikan (kuliah) yaitu untuk mendapatkan ilmu serta pengalaman yang
nantinya bisa saya bagikan untuk anak-anak saya, sehingga ketika saya mendidik
mereka, tidak lagi mengatakan "Jadi
begini nak, kata orang, bla bla
blaa.." melainkan "Jadi
begini nak, menurut pengalaman ibu,
bla bla blaa..." sehingga lebih terpercaya karena mendidik anak sesuai
dari pengalaman ibunya sendiri yang melancong mencari ilmu kemana-mana ketika
masih muda hehehe.
Muncul beberapa pertanyaan terkait hal ini “jika
memang tujuannya untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, untuk apa saat ini “buang
waktu” mengejar pendidikan padahal tujuan dari pendidikan tinggi adalah jenjang
karir yg tinggi pula? Ga sayang
dengan pendidikannya?”.
Oke, ada beberapa poin dari tujuan pendidikan itu sendiri menurut saya:
Oke, ada beberapa poin dari tujuan pendidikan itu sendiri menurut saya:
1.
Tentunya jenjang karir yang lebih
baik;
2.
Pengalaman,
yang tidak dapat dibeli oleh orang lain, karena setiap orang punya ceritanya
masing-masing dalam kehidupan ini. Misalnya, terdapat 2 mahasiswa yang kuliah
di jurusan yang sama, namun jika kita tanyakan mengenai pengalamannya selama
kuliah, bisa dipastikan keduanya memiliki cerita yang berbeda.
3.
Ini pendapat
saya, ga menarik namun penting. Pernah dengar istilah pasangan hidup itu dibentuk
sesuai dari kualitas diri kita? Bukan hanya berdasarkan bagaimana kita baik
atau tidak, namun menurut saya dibentuk juga atas dasar kualitas
"berpendidikan", keimanan dan kemuliaan diri kita. Makanya kenapa ada
istilah "saya sedang mempersiapkan
dan mengindahkan diri untuk mendapatkan pasangan yang tepat". Tentunya
jika kita mengidamkan pasangan seperti Sayyidina Ali maka Fatimah-kan diri
kita. Bukan berarti jenjang pendidikan sebagai patokan mencari pasangan, namun
"berpendidikanlah" yang menjadi dasar wanita ingin dipimpin oleh imam
yang lebih pintar darinya. Seseorang yang "berpendidikan" dengan orang
yang memiliki gelar S3 itu berbeda. Ingat ya, BERBEDA. Orang bergelar S3 belum
tentu "berpendidikan". Itu maksud saya. Jadi titel itu bukanlah segalanya tapi segalanya ditentukan oleh
pendidikan (formal/informal). Bagaimana mau mengajarkan anaknya tentang
satellite luar angkasa kalau ayahnya hanya tahu satelit antena di rumahnya? Hahaha
*just kidding.
Jadi tidak
ada salahnya saat ini seorang wanita mengejar pendidikan walaupun cita-citanya
menjadi Ibu Rumah Tangga. Karena saya ingin menjadi Ibu Rumah Tangga yang
berkualitas dan profesional untuk suami dan anak-anak saya kelak. Profesional
memiliki 4 poin: Attitude (Sikap), Skill (Kemampuan), Knowladge (Pengetahuan) dan Experience
(Pengalaman).
Oya, karena
poin ketiga tentang pendidikan ini cukup sensitif jadi bacanya baik-baik dan
hati-hati ya biar ga tersandung dan salah paham.
Wallahua'lam,
just sharing my mind.
Sampai detik
ditulisnya catatan ini keinginan tersebut masih kuat, semoga Allah tetap
menjaganya hingga waktunya tiba nanti. Wallahua'lam.
By : Siti Aisyah . Semarang, August 28th, 2013.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
Semesta Alam. Bukan karenaku atau hebatku, melainkan atas ijin Allah. Saat
mengambil keputusan resign dari
tempat kerja dan berencana untuk melanjutkan pendidikan serta berupaya untuk mendapatkan
beasiswa pendidikan ke Negeri Sakura, akhirnya I GOT ONE STEP. Perjuangan yang selama ini dilakukan berbuah
manis. Allah tidak pernah mengingkari janjinya “Sesungguhnya
dimana ada kesulitan disitu ada kemudahan dan sesungguhnya disamping kesulitan
ada kemudahan (QS. Al-Insyirah:5-6). “Golden
Ticket” yang saya perjuangkan selama ini akhirnya saya peroleh. Ketika score
TOEFL menjadi salah satu kunci membuka gerbang dunia maka saat itu pula saya
berusaha meraihnya. Score TOEFL pertama kali saya dapatkan hanya 400
tanpa persiapan belajar, kemudian saya membeli buku-buku TOEFL dan belajar otodidak
dengan jadwal yang saya buat sendiri (sudah saya ceritakan di episode “Dreams
Come True Part 1”) dan mendapatkan score TOEFL 447. Karena hasil yang
diperoleh masih jauh dari harapan maka saya pergi untuk belajar lebih baik lagi
ke Kampung Inggris, Pare, Kediri – Jawa Timur. Di sana saya mengambil program
khusus untuk TOEFL serta program speaking. 2 bulan saya mempersiapkan
diri untuk belajar dengan baik. Ketika di Pare score TOEFL saya tidak
pernah konsisten, sesekali bisa mendapatkan score yang memuaskan namun
seringkali terjun bebas tanpa payung pengaman. Pernah suatu saat merasa pasrah
(hampir menyerah) dan memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Indonesia saja.
Setalah 2 bulan di Pare akhirnya kembali ke Semarang untuk mempersiapkan berkas
dan mendaftarkan diri kuliah di Universitas Diponegoro.
Sesampainya
di Semarang, saya langsung menemui dosen pembimbing saya ketika S1. Sedikit bercerita
dengan beliau tentang pengalaman saya untuk meraih score TOEFL, saat itu saya
bercerita jika setiap melakukan test TOEFL, hati dan pikiran saya selalu cemas dan
deg-degan seakan-akan ditutupi oleh beban, kemudian beliau memberikan nasihat
untuk fokus, tenang dan jalani prosesnya. Setelah beberapa minggu di Semarang
dan konsultasi dengan dosen, saya langsung mendaftarkan diri di Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai Undip. Setalah daftar dan mempersiapkan diri untuk
Tes Potensi Akademik serta Wawancara yang dilakukan tanggal 6-7 Juli 2013, sayapun
mencoba untuk test TOEFL di Semarang. Dan ternyata hasil sesuai harapan, yaitu 510. Dan syarat untuk S2 Luar Negeri
adalah 500. Alhamdulillah saya memperoleh score di atas score
minimal. Hal ini memberikan kembali semangat saya menggapai impian kuliah ke
negeri sakura dan memulai untuk mempersiapkan berkas-berkas untuk dikirim ke
Jepang. Selain sertifikat TOEFL persyaratan lainnya yaitu Research Plan untuk
tesis saya nanti dan beberapa berkas pendukung. Saat semua berkas persyaratan sudah
beres dan dikirim ke Jepang tepat hari Jumat 12 Juli 2013. Syukur Alhamdulillah tidak menunggu waktu
lama untuk menantikan hasilnya, tepat 18 Juli 2013 saya mendapatkan Letter of Acceptance dari Chiba University Japan. Dan tanggal 19
Juli 2013 pengumuman hasil test dari UNDIP pun keluar dan Alhamdulillah
dinyatakan LULUS sebagai mahasiswa
baru magister undip. Man jadda wa jada
(siapa yang berusaha/bersungguh-sungguh pasti bisa/berhasil). InsyaAllah tahun
2014 menjadi tahun berseminya sakura. Semoga Allah memberikan Ridho-Nya hingga
garis FINISH nanti. Aamiin. Tetap semangat, tetap berusaha dan berdoa.
Innallaha ma’ana.
Thursday, 5 September 2013
Ikhtiar. Itu yang sedang saya lakukan saat ini
untuk bisa membuat semuanya menjadi nyata. Terdampar di Jawa Timur, Kediri –
Pare untuk mendapatkan “Golden Ticket”
berupa kemampuan dasar berbicara bahasa inggris sebagai kunci menggapai impian
keliling dunia. Sadar dengan kemampuan yang terbatas dengan bahasa. Seorang
dosen pernah mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam penguasaan bahasa dan
adaptasi dengan bahasa asing ada 2 jenis, yaitu kemampuan secara keturunan atau
kemampuan yang dimiliki otak kanan jauh lebih baik dalam menerima bahasa baru,
artinya dengan mendengarkan atau membaca bahasa yang bukan bahasa ibu akan
mudah dengan cepat menyerap dan mengikuti dengan baik, kemudian jenis yang
kedua untuk bisa menguasai bahasa baru dengan baik dan benar harus dengan usaha
dan belajar dengan sungguh-sungguh. Sepertinya saya adalah orang dengan kategori
kedua yang harus belajar dengan sungguh-sungguh untuk bisa berbicara baik
ketika menggunakan bahasa yang bukan bahasa ibu (bahasa Indonesia).
Hal inilah yang membuat saya menginjakkan kaki
di kampung inggris. Di episode kedua kampung inggris sudah bercerita tentang
pengalaman pertama kali ke sana dan mengenai camp di mana tempat saya tinggal. Satu lagi hal yang ingin saya
sampaikan mengenai camp tersebut. Di sana
terdapat peraturan yang wajib diikuti dan terdapat punishment jika dilanggar, namun peraturan tersebut benar-benar
baik untuk seseorang yang bersungguh-sungguh untuk belajar, karena untuk bisa
dan berani berbicara bahasa inggris sehari-hari harus ada “paksaan” secara
langsung agar berani bicara dan terbiasa. Tapi jangan takut terhadap peraturan,
karena kita akan dibimbing dan bebas bertanya kepada tentor atau teman jika
tidak tahu arti dari kata-kata yang akan kita ucapkan dalam bahasa inggris.
Yups, just have fun and make you
comfortable.
Pada awalnya rencana untuk stay di Pare hanya 1 bulan namun ketika sampai di sana dan
kemampuan dasar bahasa inggris masih berasa kurang matang maka saya menambah
satu bulan lagi untuk melanjutkan perjuangan belajar di Pare. Di bulan kedua
saya memutuskan untuk pindah dari camp ke
boarding house. Seperti yang saya
ceritakan di episode 1 bahwa boarding
house tidak memiliki peraturan dan bukan english area serta tidak memiliki program khusus untuk penghuninya.
Alasan saya untuk pindah ke boarding
house karena di bulan ke 2 ini saya mengambil program intensif TOEFL dari
pagi hingga sore hari bahkan pulang setelah magrib sehinga jika saya tetap stay di camp akan banyak pelanggaran yang saya lakukan terutama
meninggalkan obligation program (program
wajib) yang dilakukan setelah magrib. Anyway.
Di bulan kedua saya mengambil program TOEFL di lembaga kursus-an OXFORD.
Program TOEFL di oxford ini terpisah menjadi 2 yaitu program listening dan reading (dalam 1 paket) serta program structure. Program listening
dan reading dimulai jam 5 pagi hingga
jam 7 pagi kemudian program structure
di mulai jam 10.00–13.00. untuk study
club-nya dimulai pukul 16.00-18.00. Program structure ini terdiri dari level/STAGE 1 – 5 tergantung kemampuan structure kita. Saya mengambil program stage 3 karena lebih banyak scoring (latihan soal) karena saya pikir
sudah mendapatkan cukup materi structure
saat ambil program Pre-TOEFL di lembaga kursus Elfast sehingga yang saya
butuhkan adalah membiasakan diri mengerjakan soal sebanyaknya-banyaknya. Scoring dilakukan hampir setiap hari
bahkan sehari bisa 3 kali scoring
untuk meningkatkan kemampuan menganalisa soal dan terbiasa mengerjakan soal structure sebanyak 40 soal dalam waktu
20 menit dengan tips dan trik yang diberikan.
Di oxford saya mendapatkan pengalaman yang jauh
lebih menarik dan berkesan. Di sana saya mendapatkan sahabat yang luar biasa,
teman-teman belajar yang istimewa karena cita-cita mereka yang begitu tinggi
dan membuat saya termotivasi untuk bisa menggapai impian yang saya miliki. Amazing. Kami sama-sama belajar dan
semangat juang kami begitu tinggi. Bahkan saat hari libur (sabtu-minggu) kami
mengadakan study club sendiri untuk
belajar dan membahas soal dengan lokasi belajar di luar kelas. Baru kali ini
belajar grammar dan TOEFL namun otak
ga berasa mau meledak tapi seru, asik dan …… menyenangkan. Membentuk
persahabatan dengan orang-orang tersayang seperti Kak Weni (Aceh), Dian
(Malang), Uphe (Purwakarta), Mas Bayu (Tuban), Bang Pyal (Palu), Nike (Surabaya),
Nisa (Jakarta), Aullia (Jombang), Uchul (Palu), Faris (Jakarta).
Scorring saat hari libur di warung ketan
Scoring saat hari libur di bali house
Melatih konsentrasi scorring di pinggir jalan
depan warung ketan J
Kelas kami bersama tutor gaul miss Ifa J
Oiya, belajar di Pare selalu ada refreshing atau
jalan-jalan bersama dengan kawan-kawan tempat kursus-an. Destinasinya antara
lain Gunung Bromo, Malang, Air Terjun Sedadu di Nganjuk, yang paling dekat
adalah gumul (semacam tugu di daerah Kediri) dan masih banyak lagi.
Mengunjungi Bromo dengan kawan-kawan Oxford
Mengunjungi BNS (Batu Night Spectacular) Malang
dengan kawan-kawan Oxford
Mengunjungi Gumul Kediri dengan kawan-kawan
Oxford
Mengunjungi Sedadu waterfall di Nganjuk + games
outbond bersama kawan-kawan camp Zeal
Boy dan Girl.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Powered by Blogger.